Ketujuh purnama telah menghasut senja
Menarik garis
luka yang telah di renda waktu
Semenjak engkau
pergi dengan tanpa mata
Aku masih duduk
termenung di antara pintu yang berdiri
Dari sana semua
telah menjadi kerak yang berlumut
Angan dengan
gagap menyita kendaraan mimpi
Hujan masih basah
Tanda kematian yang panjang
Menaruh nisan tak
bermata di kundalininya
Kekasih masih
menangis di pinggiran
Mengalir deras
dengan kawah yang bergemuruh
Mendapuk petir
dan hujan sore
Tak ada yang tau
apa maksud dari mata merah yang tertoreh
Nama yang
tersemat membabat
Apakah aku telah
menjelma menjadi nama
Tidak
Tapi menaruh sepi
diantara gendewanya
Meluncur tajam
bersama anak panah
Menusuk lajunya
keinginan yang menjadi cita-cita
Perang ini bukan
lagi tentang kuasa
Melainkan tentang
cita
Jelas darah yang
menucur lebih banyak
konsep yang ada
pun bukan Karena darma
kebudayaan yang
salah
peradaban yang
kalah
berjalanya dengan
pedang yang tak terarah
mencoba melukis
nasib dengan gelap
luka-luka
kecewa-kecewa
mati saja engkau
sebelum nyata menyita
waktu dan proses pergulatanmu
(agung hendriyono)
