Pagi yang masih buta
Setelah melawat malam yang dingin
Mendengar cerita yang terpangkas
Dari matamu yang memerah
Setidaknya aku sudah menyelami fragmen ini
Pun engkau merasa telah kalah dan payah
Tak mengapa
Toh ini adalah sajak yang dikenal rahasia khas
dewa
Kita tertawa terbahak-bahak sepanjang malam
Setelah melepas perih dari perut yang lapar
Rambut yang sepuh menjadi catatan putih
Mengakhiri duka di garda terdepan
Lamat-lamat kudengar engkau menangis
Tapi yang kutemui hanya bola matamu
Tak berkedip
Aku peluk erat-erat di pundak
Selanjutnya kita terdiam
Diam-diam saja malam merambat
Dan dingin menyergap
Pun rindu berprahara dalam tidur
Semarang 28 desember 2011 (Agung Hendriyono)
