
Masihkah ada roman yang menanti fajar menyingsing
Pun belantara kembali
sunyi dalam kesenyapanya
Kata hanya sebatas
lidah dan keadaan psikologis yang kondisional
Semua telah berjalan
dalam narasi besar yang penuh pendidikan
Bilakah asa mampu
menembus garis penentuan
Di antara keputusan
dan usaha yang diperjuangkan
Cinta bukan penyatuan
melainkan adalah optimalisasi peran
Seperti peradaban
yang menyungging sinis
terhadap tradisonalisme
Semua adalah bagian
dari perang latent
Dari perjuangan
memperebutkan eksistensi dan kebutuhan
Budaya dan pandangan
adalah anak politisirisasi kumpulan keinginan
Saat semua berlari
mencari perlidungan
Maka mata hati
diindahkan hanya pelarian dan pelarian
Terangkum sudah
produk kegagalan kemodernan
Dan cita-cita luhur
tentang kebahagiaan dan tujuan
Alat-alat yang
tersistem pun hanya saran untuk melenggangkan
Dari sebuah tujuan
pribadi yang diumumkan menjadi undang-undang
Filsafat sebagai
benteng terakhir pun memenuhi paradoknya
Gaya hidup adalah
sebuah keniscayaan yang utopis
Dan akhirnya semua
menuju akhir dari garis
eksistensi
Pengakuan dan
pengakuan kelas
Tak akan ada lagi
penyambutan kelahiran pejuang kemurnian
Bahkan semua telah
menjadi pragmatisasi dari konsumerisme
Oh bulan senandungkan
lukamu
Wahai bumi muntahkan
kelelahanmu
Dan engkau matahari
nyatakanlah kebosananmu
Gagasan-gagasan dari
kemajemukan adalah gerbangnya
Karena semua sudah
dinyatakan sebelumnya
Tentang perbedaan
yang seharusnya disemai
Aku dan kata-kata
lahir tanpa dosa
Hanya sekedar merehat
dari kejenuhan
Semarang, 5 April 2011(agung hendriyono)